Written By pokjarbm on Jumat, 05 Juli 2013 | 22.59
PROGRAM vs PROYEK
Sebuah Refleksi Kritis Terhadap Pelaksanaan PNPM
Oleh : Beckrand Kolosovic
Community Development adalah sebuah kegiatan sosial yang dipelopori NGO (Non
Goverment Organisation), semangat awalnya pun dilandasi oleh sebuah gerakan
yang cenderung sedikit bersebarangan dengan pemerintah saat itu. Adalah
kelompok intelektual muda sebagai middle class yang menjadi motor penggerak di
dalamnya dengan melakukan upaya pencerahan dan Penyadaran (Enligthment &
awarnes) terhadap masyarakat yang pada saat itu dipandang sebagai kelompok
subordinant atau kelompok yang luput dari perhatian pemerintah.
Seiring perjalanannya kelompok ini mulai mendapatkan tempat dan perhatian dari
masyarakat di kala itu. Upaya untuk mendapatkan tempat dimasyarakat ini
dilakukan dengan mengusung sebuah isu perlawanan terhadap negara, yang saat itu
dianggap telah gagal menjalankan tugas pelayanan terhadap masyarakat.
Dekade 80 an, adalah puncak keemasan kemunculan organisasi non pemerintah, hal
ini di tandai dengan banyaknya organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang bermunculan, perannyapun di anggap sangat vital dalam menentukan arah
perjalanan bangsa dan Negara. Dalam pandangan rezim yang berkuasa hal ini di
anggap sebuah gerakan yang akan menimbulkan bahaya laten terhadap eksistensi
kelanggengan kekuasaan. Maka di lakukanlah upaya depolitasi peran NGO dengan di
keluarkannya kebijakan peneyeragaman azaz guna mencegah adanya upaya untuk
merongrong kekuasaan.
Akibat adanya kebijakan depolitisasi, peran NGO Lambat laun mulai mengalami
pasang surut, di sisi lain pemerintahpun telah melakukan berbagai pembanahan dalam
aspek pelayanan dan keberpihakan terhadap rakyat. Dan guna mengakomodir
kelompok NGO maka pemerintah meluncurkan beberapa program seperti IDT, P3DT dan
lain sebagainya untuk tujuan program modernisasi desa yang mekanisme
pengelolaannya sedikit banyak menggunakan paradigma dan pendekatan yang telah
dilakukan NGO sebelumnya dengan tujuan agar program yang di usung dapat di
kontrol dan di awasi.
Salah satu wujud dari kebijakan tersebut adalah kemunculan Program Nasional
Pemeberdayaan Masyarakat PNPM-MP (1998) awalnya bernama Program Pengembangan
Kecamatan (PPK), (P3DT) (IDT), kemunculannya dilatarbelakangi sebuah pemikiran
atau pandangan trend program pro rakyat, tujuan lain dari program ini, adalah
menjawab disparitas pembangunan antara wilayah pulau jawa dan daerah yang ada
di luar pulau jawa dan ketimpangan antara pembangunan wilayah kota dan wilayah
pedesaan. Sejak kemunculannya tercatat trilyunan dana yang di gelontorkan
pemerintah melalui PNPM, walhasil dalam pelaksanaannya, Program di anggap telah
berhasil menciptakan efisiensi anggaran pembangunan di wilayah perdesaan
melalui swakelola dan dukungan swadaya masyarakat, hal ini dikarenakan sistim
perencanaan, pelaksanaan & Pelestarian kegiatan di lakukan dengan
menggunakan jasa pendampingan fasilitator yang di anggap murah untuk mendorong
masyarakat berpartisipasi dalam berbagai aspek tahapan kegiatan program, jika
di bandingkan dengan mekanisme reguler yang tentunya membutuhkan penganggaran
yang jauh lebih besar.
Disamping efisiensi penggunaan anggaran, PNPM sebagai program cluster II inipun
telah berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi Masyarakat miskin di wilayah
perdesaan walapun penciptaan lapangan pekerjaan tersebut hanya bersifat
sementara, paling tidak mampu memenuhi kebetuhan hidup masyarakat dalam jangka
waktu tertentu.
Dari gambaran hasil positif yang telah ditorehkan selama kurang lebih dari 1
dasawarsa oleh program PNPM dalam agenda penuntasan kemiskian di negara ini, di
sisi lain tidak sedikit permasalahan muncul sebagai fakta lapangan akibat dari
kesalahan fasiltasi program dan adanya pergeseran paradigma visi program pada
ranah fasilitasi, PNPM seharusnya bertujuan (1), Penanggulangan kesmikinan,
(2), mendorong pembangunan yang inklusif, (3), mendorong layanan publik yang
akuntabel, dan (4), penguatan Kapasitas lokal, semua ini dilakukan dalam
bingkai proses kesinambungan berupa masyarakat berdaya (Community
Participation), Masyarakat mandiri (Community Institutuion) dan tujuan akhir
menjadi masyarakat mandiri (community Engagement), pendekatannyannya pun harus
berubah dari sebuah program pemberdayaan manjadi sebuah gerakan sosial.
Permasalahan kecil yang muncul adalah Disorinteasi program, penekanan
pendekatan fasilitasi lebih mengedepankan aspek Pembangunan Fisik
insfrastruktur yang berciri keprojekan dari pada unsur pemberdayaan gerakan
sosial, hal ini berpengaruh pada rumusan target indikator capaian keberhasilan
program, dimana yang dijadikan tolok ukur adalah seberapa berkulaitas
terbangunnya sebuah fasilitas infrastrktur untuk ukuran keberhasilan dan
seberapa besar dana yang diselewengkan oleh masyarakat sebagai indikator
permaslahan atau ketidak berhasilan program, di tambah lagi saat ini belum ada
indikator yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan program.
Tahapan perencanaan yang seharusnya di jadikan fondasi dasar (Power OF Plan)
dari sebuah pelaksanaan kegiatan untuk satu siklus, kadang hanya dijalankan
stengah hati, membuat masyarakat seakan dimobilisasi jauh dari kesadaran akan
pentingnya membangun desa yang berdampak pada kesadaran palsu, padahal pada
tahapan perencanaan inilah yang akan menentukan hasil akhir dari sebuah
pelaksanaan siklus program, tidak jarang kita gagal membaca dalam memfasilitasi
bahwa usulan kegiatan yang muncul adalah usulan asal usul, bukan usulan yang benar
benar dibutuhkan oleh masyarakat dan diyakini akan memberikan dampak
kesejahteraan masyarakat akan tetapi usulan yang sekedar mendapatkan proyek
pembagian kue. Dana BLM yang seharusnya menjadi stimulan ( mainan) justru
menjadi hal dominan dan menentukan.
Untuk itu diperlukan kepekaan sosial bagi seorang fasilitator atas gelagat yang
muncul saat ini, dibutuhkan kemampuan untuk membaca karakter kultur sosial
masyararakat, serta pengatahuan dan kemampuan fasilitasi untuk pemenuhan
kebutuhan hidup masyarakat, pada prinsipnya kualitas proses perencanaan sangat
menentukan kualitas kegiatan yang akan di danai melalui uang rakyat, mari
hentikan membuat masayarakt susah dengan ketidak tahuan kita, jangan lagi
hamburkan dana negara untuk kegiatan yang tidak dibutuhkan dan pemborosan.
Sudah seberapa berhasil PNPM dalam penuntasan kemiskinan sebagai tujuan
utamanaya???? Mari Kita Coba Jawab. @ redaksi Devisi Media Pokja RBM Kab. Gorontalo-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar